Tuesday, December 20, 2011

Malah Mengairi Yang Lain

Malah Mengairi Yang Lain – Apes banget nasib Ny. Prawesti, 28 (bukan nama sebenarnya), ini. Punya suami jadi polisi perairan di Bali, lama tak pulang ternyata malah “mengairi” yang lain. Disusul ke Denpsar, dia hanya menemukan WIL-nya, sementara Widodo, 31 (bukan nama sebenarnya), suaminya kabur duluan. Namanya juga polisi air, mesti licin banget dia!

Tak ada kebahagiaan paling utama  dalam rumahtangga, kecuali suami istri selalu manunggal satu atap. Suami selalu tenang di samping istri, dan istri juga selalu nyaman di samping suami. Melihat anak-anak yang lucu kayak Srimulat, wah makin sempurna kebahagiaan keluarga sakinah ini, meski tak punya pembantu bernama Sukinah.



Ironisnya, tak semua keluarga bisa merasakan itu. Banyak juga pasangan rumahtangga yang harus hidup berpisah lantaran keterbasatan ekonomi. Pasangan Widodo – Prawesti misalnya, sementara suami bertugas di polisi perairan di Denpasar Bali, istrinya harus menunggu di Surabaya. Mereka baru bisa berkumpul 3 bulan sekali, itu pun hanya barang 2-3 hari. Setelah itu harus kembali ke medan tugas. Yang di Surabaya ngaplo, yang di Denpasar…..belum tentu.



Kok bisa begitu? Soalnya, Bripda Widodo ternyata bukan tipe lelaki yang setia pada pasangan. Ibarat kata, di kala sedang kehausan sedangkan “termos” miliknya ada di Surabaya, masak harus menunggu berbulan-bulan ke depan? Nggak realistis, dong. Maka prinsipnya kemudian, selagi termos San Flower miliknya ada di Jawa, ya cari termos lain yang cepat bisa dituang dan diminum. “Biar nggak ada tutup gabusnya, yang penting mak nyossss (panas),” begitu Widodo bertamsil ibarat.

Adalah Sukreni, 23 (bukan nama sebenarnya), gadis Bali yang siap jadi “termos” pengganti untuk Bripda Widodo. Dengan jaminan finansial tentunya, dia siap dijadikan rekan “kumpul maesa” di rumah tinggalnya, Sidakarya, Denpasar. Pada hari-hari tertentu Widodo selalu menginap di rumah ini dengan segala fasilitasnya. Sebagai termos yang selalu panas, Sukreni memang bisa mengimbangi gaya dan selera minum Widodo. Kadang disedu dengan teh tubruk, tapi sering pula tanpa teh langsung ditubruk saja begitu Widodo datang.

Hari-hari kemesraan bersama Sukreni terus berlangsung, sementara Prawesti di Surabaya semakin jarang dikunjungi. Sebagai istri tentu saja lama-lama curiga, kenapa lama tak memberi setoran benggol dan bonggol? Di telepon dan di-SMS pun Bripda Widodo mesti menjawab singkat dan pendek. Pokoknya sejak ada Sukreni di bawahnya, Widodo jadi anggota PLO (Pasukan Lali Omah).



Akhirnya kecurigaan itu semakin menggumpal, sehingga Prawesti nekad menyusul ke Denpasar. Di tempat kos-kosan suami, tak ditemukan batang hidungnya. Kemudian ada informasi bahwa polisi air itu punya gebedan baru di Sidakarya. Saat Pawestri meluncur ke alamat dimaksud, ternyata warga membenarkan. “Memang sering ada polisi suka menginap di rumah Sukreni,” kata warga.

Ya, ya, ya……, tahu sudah sekarang Prawestri. Sementara keluarga ditelantarkan, ternyata di Denpasar polisi air ini suka “mengairi” perempuan lain. Dengan pengurus RT setempat dia mencoba memasuki rumah simaskot non BRI milik Widodo. Ternyata suami Prawesti sudah kabur duluan, sementara yang ditemukan hanya Sukreni. Perempuan itu membenarkan bahwa selama ini jadi gula-gula oknum polisi itu, tapi dia tak tahu bahwa Widodo sudah punya istri yang tinggal di Jawa.



Urusan selanjutnya? Ke mana lagi kalau tak melapor ke atasan suami? (Ant/Gunarso TS)

No comments:

Post a Comment